Ilustrasi Foto Teroris |
Oleh : Al Chaidar
Departemen Antropologi, Universitas
Malikussaleh,
Lhokseumawe, Aceh |
Ada satu pertanyaan yang agak rumit untuk dijawab oleh banyak ilmuwan tentang mengapa Malaysia lebih sukses memerangi terorisme dibandingkan Indonesia. Bahkan beberapa kali, otoritas anti-teror Malaysia berulang kali menyatakan bahwa mereka lebih mudah menghalau atau menangkap teroris di sana ketimbang di sini. Kita tak perlu tersinggung dengan persepsi negara tetangga ini, karena ada banyak hal yang perlu kita renungi.
Ada banyak variabel yang perlu dilihat sebelum menjawab
pertanyaan sederhana ini. Pertama, variabel historis dimana Malaysia lebih
terlihat lancar dalam proses menuju kemerdekaannya tahun 1947 ketimbang
Indonesia yang mengalami banyak rintangan, tantangan, hambatan dan gangguan
bahkan setelah merdeka hingga tahun 1949. Konsensus politik penghapusan Piagam
Djakarta tahun 1945 yang cenderung diklaim sudah final, sesungguhnya tidak
pernah selesai hingga sekarang di negeri ini, sedangkan Malaysia tidak mewarisi
dosa sejarah.
Kedua, variabel komposisi kelompok-kelompok etnis yang lebih beragam dibandingkan di Malaysia yang lebih mudah menghadapi soal perbedaan rasial. Perbedaan etnik (dan juga disertai perbedaan agama) dalam susunan masyarakat Indonesia lebih rumit dan complicated dalam menyelesaikan suatu konflik jika muncul ke permukaan.
Baca Juga: Pesan Untuk OPM: Teroris Tak Berhak Menuntut Kemerdekaan
Sementara Malaysia yang secara sosiologis memiliki sedikit
berbeda secara etnik, lebih banyak perbedaan ras (Cina, India dan Melayu).
Komposisi ini lebih mudah mengurai akar segregasi sosial dari kasus-kasus
terorisme (tertentu) yang umumnya hanya dianut oleh satu ras saja. Sementara di
Indonesia, perbedaan ras kurang begitu signifikan; perbedaan etnis inilah yang
lebih kuat. Terorisme yang berkelindan dengan kasus-kasus intoleransi terhadap
etnis lain demikian rumit dan sulit diurai dan bahkan masuk ke dalam
interpretasi keagamaan yang kemudian difatwakan secara arbitrer oleh ulama
kekerasan.
Ketiga, variabel birokrasi yang sangat lamban dalam
membuat nomenklatur-nomenklatur baru di setiap lembaga dan kementerian yang
memiliki program atau kegiatan kontra-radikalisme, kontra-wacana, kontra-narasi
yang berdasarkan hasil-hasil temuan penelitian terbaru tentang terorisme dari
berbagai lembaga akademis dalam dan luar negeri. Birokrasi juga masih enggan
melibatkan lembaga-lembaga swadaya masyarakat dalam program-program
disengagement dan rehabilitasi teroris.
Baca Juga: 5 Fakta yang Diketahui Sejauh ini Soal Virus Corona
Keempat, variabel regimentasi hukum positif yang kaku dan
tidak berkembang di Indonesia menjadi faktor yang sangat penting dalam melihat
bagaimana program-program kontra-terorisme berjalan di atas aturan-aturan lama
yang sedikit sekali menyerap kemajuan hasil penelitian terbaru tentang
terorisme.
Di Malaysia, begitu ada hasil capaian baru dalam teori dan
konsep, akan sesegera mungkin diadaptasikan melalui peraturan dan undang-undang
dengan sanksi-sanksi hukum yang terukur. Bahkan beberapa resolusi PBB tentang
daftar organisasi teroris belum juga diratifikasi di Indonesia sehingga banyak
kelompok, organisasi dan gerakan-gerakan keagamaan transnasional yang
terindikasi intoleran dan mesianik masih sangat bebas dan leluasa bergerak di
negeri yang gemah ripah loh jinawi ini.
Kelima, ada faktor manajerial di dalam mengatasi terorisme
yang terkesan kurang terkoordinasi dan masih adanya ego-sektoral yang sudah
berurat-berakar. Meski Indonesia dan Malaysia adalah sama-sama malay-state,
namun berbeda dalam manajemen menyelesaikan masalah. Di Indonesia, kepemimpinan
politik pasca 1998 sangat rendah legitimasinya; sementara di Malaysia kepemimpinan
politiknya sangat kuat, mulai dari pusat hingga ke tingkat kampung di semua
daerah.
Baca Juga: Gedung Utama Kejaksaan Agung Luluh Lantak Dilahap Api
Dalam menganalisis kasus-kasus terorisme, apalagi
membandingkannya dengan metode serta proses yang berlangsung di negara lain,
tidak ada satu variabel generik yang bisa dijadikan penyebabnya. Kemampuan
kepolisian Indonesia yang sangat genial jauh melampaui Malaysia dalam hal
mengejar para tersangka teroris yang setiap tahun memiliki modus dan motivasi
yang semakin canggih.
0 Comments