Ilustrasi Omnibus Law |
Bagi Bunda yang belum tahu, Omnibus Law adalah sebuah konsep hukum yang bisa mengatur banyak hal dalam sebuah Undang-undang. Istilah Omnibus Law pun dikenal sebagai hukum yang dipakai untuk memuat banyak hal.
Baca
Juga: MomenKetua DPR Matikan Mikrofon Anggota yang Protes RUU Cipta Kerja
Di RUU Cipta Kerja, sederet poin kontroversial yang diprotes habis-habisan kalangan buruh itu dianggap terlalu mementingkan kebutuhan investor, pengusaha, dan dunia bisnis. Salah satu poin yang diprotes adalah cuti melahirkan tak dibayar.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan hak cuti melahirkan dan haid tidak dihilangkan. Namun, yang jadi masalah adalah selama cuti tersebut buruh menjadi tidak dibayar.
"Yang hilang saat cuti haid dan hamil, upah buruhnya tidak dibayar, no work no pay. Akibatnya buruh perempuan tidak akan mengambil hak cuti haid dan hamilnya karena takut dipotong upahnya pada saat mengambil cuti tersebut," kata Iqbal dikutip dari detikcom.
Iqbal ingin selama cuti haid dan melahirkan tersebut buruh tetap diberikan haknya sebagai pekerja. Jika buruh tidak dibayar selama cuti, menurutnya telah bertentangan dengan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO).
Enam poin kontroversial lainnya yang ada di RUU Cipta Kerja adalah sebagai berikut:
1. UMP bersyarat, UMSK dihapus
Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dibuat bersyarat dengan memerhatikan laju inflasi atau pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) dihapus dalam RUU Cipta Kerja. Menurut Iqbal, UMK tidak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada.
2. Pesangon berkurang
Lalu, buruh juga menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 kali upah menjadi 25 kali upah dalam RUU Cipta Kerja. Di dalamnya, 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan. Iqbal lantas mempertanyakan dari mana BPJS mendapat sumber dana untuk membayar pesangon.
3. Tak ada jaminan pegawai tetap, kontrak kerja malah tanpa batas waktu
Kemudian, dalam RUU Cipta Kerja, buruh juga tidak dijamin menjadi pegawai tetap. Melainkan, adanya skema Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang dihapus batas waktunya. Hal ini membuat buruh bisa saja dikontrak seumur hidup tanpa menjadi karyawan tetap.
Baca Juga: Rekam Jejak 10 Kebiadaban PKI di Indonesia
4. Outsourcing seumur hidup
Dalam RUU Cipta Kerja, kontrak outsourcing disebut bisa seumur hidup. Outsourcing juga diterapkan tanpa batas jenis pekerjaan. Jelas ini merugikan ya, Bunda, karena selama masih di bawah outsourcing, maka status pekerja tetap kontrak bukan permanen.
5. Dapat kompensasi bila masa kerja minimal 1 tahun
RUU Cipta Kerja juga mengatur kompensasi bagi pekerja dan akan diberikan bila masa kerja sudah mencapai minimal satu tahun. Di sisi lain, yang seperti dibahas di poin tiga, kontrak kerja sudah tidak memiliki batasan waktu. Iqbal pun khawatir, buruh yang dikontrak di bawah satu tahun tak akan mendapatkan kompensasi kerja.
6. Jam kerja dianggap berlebihan dan eksploitatif
Waktu kerja yang disepakati dalam RUU Cipta Kerja dianggap berlebihan dan bersifat eksploitatif. Ada beberapa sektor yang waktu bekerjanya melebihi jam kerja normal. Pekerja sektor migas, pertambangan, perkebunan, pertanian dan perikanan bisa bekerja melebihi 8 jam per hari.Kalau pendapat Bunda bagaimana? Share di kolom komentar yuk!
0 Comments