Ticker

6/recent/ticker-posts

KAMI: Umat Islam Hanya Dijadikan Alat Pemukul?

 

Deklarasi KAMI di Tugu Proklamasi Jakarta Pusat

Al Chaidar

Departemen Antropologi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh

 

Al Chaidar Dosen Antropologi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh

          Deklarasi KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) pada 18 Agustus di situs patung Proklamator RI di Jakarta hanyalah sebuah dagelan politik yang tidak perlu didukung oleh umat Islam di Indonesia. Melihat susunan para deklaratornya, beberapa memang merupakan orang idealis dan sholeh, namun beberapa yang lainnya adalah kaum petualang dan orang-orang dengan catatan masa lalu yang tangannya penuh dengan darah kaum muslimin.

Bercampurnya orang-orang yang haq dan bathil dalam satu kerumunan ini semakin meyakinkan saya bahwa Umat Islam Bangsa Indonesia tidak memiliki program dan agenda yang jelas, cenderung gampang digiring dalam satu gerakan atau organisasi yang tak membangun jaringan kerja yang solid.

Baca Juga: Seorang Anak Perempuan Yaman Ditembak Sniper, Saat Mengambil Air

          Melihat dagelan politik KAMI, saya hanya teringat nasihat-nasihat Eep Saifulloh Fatah (ESF), seorang aktivis Forum Studi Islam (FSI) di kampus UI, Depok.  Bagi saya, kini saatnya umat Islam Bangsa Indonesia untuk introspeksi dan khusuk mendengarkan hasil kajian ESF yang sangat relevan untuk kondisi saat sekarang ini.

Kini saatnya umat Islam bangsa Indonesia untuk tidak dijadikan sebagai alat pukul, sebagai ujung tombak yang gagangnya dipegang oleh orang lain. Ada 25 otokritik ESF terhadap umat Islam Bangsa Indonesia, tiga di antaranya adalah: (1) Umat Islam senang membuat kerumunan, tapi tidak rajin menggalang barisan; (2) Umat Islam cenderung berharap perubahan dari atas, atau para pemimpin; (3) Umat Islam sangat cepat dan gegabah merumuskan musuh baru, tapi sangat lamban dan enggan merangkul kawan baru.

          Mungkin catatan ESF ini akan bisa menyadarkan umat Islam bangsa Indonesia untuk tidak terus-menerus beternak kebodohan, meskipun banyak oligarki siap mensponsorinya. Kerumunan umat Islam yang tak berjejaring ini akan mudah dimanfaatkan oleh petualang-petualang politik untuk menghimpun crowd funding untuk tujuan finansial atau crowd voting untuk tujuan politik. Kerumunan seperti ini memperlihatkan bahwa umat Islam seperti masses without citizenship (massa tanpa kewarganegaraan).

Baca Juga: Khasiat Luar Biasa Daun Bakung untuk Patah Tulang

Jika mereka menjadi korban dari suatu demonstrasi, tak ada jaminan asuransi atas nyawa-nyawa tak berdosa yang melayang; jika mereka selamat, mereka hanya dibayar sebungkus nasi plus sebungkus rokok kretek. Tidak ada catatan bahwa anak-anak mereka atau keluarganya akan mendapatkan jaminan pendidikan dan penghidupan yang layak, karena mereka hanya kerumunan yang tak tercatat, tak terdaftar. Tidak ada nama-nama mereka di dalam daftar korlap, yang ada hanya inisial dan nomor, seperti gambar orang ramai tanpa wajah. Mereka hanya ujung dari sebuah tombak yang bisa lepas kapan saja, tertinggal dan hilang tanpa ada yang peduli. Tubuh-tubuh mereka terbunuh, jasad-jasad mereka tercabik-cabik seperti busi yang dibuang setelah membakar bensin untuk menggerakan piston-piston dari mesin pembangunan yang berputar sangat pongah tersebut.

          Umat Islam terlalu sering percaya pada para pemimpin atau mantan pemimpin yang bahkan ketika pemimpin tersebut masih aktif pun tak bisa berbuat banyak untuk umat. Para mantan elit pemimpin sesungguhnya sedang berada dalam situasi yang uncertainty (tidak pasti). Untuk memastikan posisi dan masa depan jangka pendeknya, mereka sering mengajak umat Islam untuk mendukung acara-acara keprihatinan yang sesungguhnya hanyalah dagelan saja.

Baca Juga: Kota-kota di Jerman Berharap pada Turis dari Arab yang Gemar Belanja

Para mantan pejabat yang dipecat dari jabatannya itu sebenarnya sedang melakukan bargaining position (tawar-menawar posisi) untuk menunjukkan bahwa struktur baru telah salah memecatnya. Mereka menghimpun umat Islam untuk menunjukkan kepada penguasa baru bahwa inilah “karcis” mereka agar dikembalikan ke posisi semula atau sedikit bergeser di bawahnya.

Setelah mereka masuk ke dalam struktur kekuasaan, maka umat Islam bangsa Indonesia akan kembali dilupakan. Jangankan untuk memasukkan agenda-agenda keumatan yang urgen di muka bumi ini, diundang syukuran makan di rumahnya pun tidak. Pintu rumahnya kembali tertutup kokoh dan dijaga oleh satpam secara berlapis untuk menghalau agar tak ada satu elemen pun dari umat yang bisa menjejakkan kakinya di sana.

“Kesalahan orang-orang pandai,” kata Pramoedya Ananta Toer, “ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai.” Orang-orang pintar melakukan protes sementara pemerintah masih membayar gaji mereka. Welfare state menjamin bahwa gaji mereka tak dipotong; mereka pun berbaiat akan mendermakan secuil sedekah untuk kotak masjid yang megah. Sementara umat Islam adalah jamaah masjid yang tak pernah dimakmurkan.          

          Umat Islam bangsa Indonesia selalu gegabah merumuskan musuh baru dan tidak segera merangkul teman baru. Umat Islam masih saja tersenyum bangga dengan para ksatria yang dulu begitu gigih mempertahankan Orde Baru, dan tidak mengerti bagaimana para elit masa lalu berkolaborasi dengan oligarch dan mengambil keuntungan duniawi sesaat. Umat Islam sering sekali menjadi bemper atau ganjalan mobil tua yang mogok.

Baca Juga: Kasus Dugaan Pencucian Uang di Jerman Meningkat Tajam, Sektor Properti Sangat Rentan

Seharusnya umat Islam bangsa Indonesia segera berpikir untuk move-on dan menaiki kendaraan baru, bersosialisasi dengan teman-teman baru di dalam struktur baru yang seharusnya tak dijauhi. Seharusnya umat Islam segera merapatkan diri ke struktur baru dan mengambil manfaat sebanyak mungkin untuk kemaslahatan bagi sebanyak mungkin manusia. Dunia umat Islam adalah bumi manusia dan segala hal tentangnya. Seharusnya, umat Islam bersikap pragmatis saja, seperti yang sering dikatakan oleh Pram: “Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji, dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya.”

Wahai umat Islam, berhentilah membela jabatan, pangkat dan gaji orang yang hilang karena perputaran zaman, atau tentang kecurangan yang sebenarnya sama sekali bukan urusan kita dalam beragama. Itu semua urusan mereka, sistem mereka, permainan dan ongkos dari semua tingkahlaku mereka yang tak perlu kita bayar dengan nyawa kita. Tinggalkan mereka dan semua senda-gurau mereka, dagelan mereka, nyanyian mereka. Semua itu tidak ada urusan dengan bumi kita, dengan agama kita, dengan semua urusan nomokrasi kita yang belum selesai hingga hari ini.* 

Leiden, 19 Agustus 2020.

Baca Juga: Sejarah Islam Amerika Serikat tak Lepas dari Jasa Budak

Post a Comment

0 Comments

BREAKING NEWS

Cara Terbaik Mendapatkan Bitcoin Gratis Hingga 0.03 BTC

Bitcoin Gratis ~ Bitcoin adalah sebuah mata uang virtual yang penuh dengan misteri, mulai dari pembuatnya yang belum diketahui sampai de...