Salah satu ciri khas komunis menjelang pemberontakannya adalah membuat banyak lubang di tanah. Lubang-lubang besar yang dipersiapkan sebagai kuburan massal bagi para musuhnya.
Baca Juga: Rekam Jejak 10 Kebiadaban PKI di Indonesia
Menjelang tahun 1948, para aktifis PKI rajin sekali menggali
lubang. Sudah terekam dalam otak mereka bahwa sebentar lagi akan ada pesta
pembantaian massal. Mereka sadar bahwa sebentar lagi akan ada tetesan darah
dari saudara sebangsanya sendiri.
Pola pembuatan lubang besar ini tak hanya di Indonesia,
tetapi juga di Uni Soviet dan Tiongkok, juga Kamboja.
Komunis memang haus darah. Ini dibuktikan oleh sejarah. Saat
komunis baru saja memegang kekuasaan di Soviet pasca revolusi Bolshevik, Lenin
langsung membunuh 28 uskup dan 1200 pendeta. Kemudian Nikita Kruschev membunuh
50.000 pendeta bangsanya sendiri. Membakar 10.000 gereja dan 30.000 masjid.
Lenin dengan bangganya mengumumkan sudah berhasil melenyapkan kaum muslimin.
Kekejian Lenin dilanjutkan oleh Josef Stalin. Mereka berdua
adalah pemimpin Soviet yang melaksanakan dengan patuh ajaran Karl Marx. Selalu
menganggap agama itu candu. Dan para pemeluk agama adalah musuh utama.
Dan pada Stalin-lah Muso berguru secara langsung. Saat itu
tahun 1927, Muso melarikan diri ke Soviet pasca kegagalan pemberontakan PKI di
tahun 1926. Muso dididik langsung oleh Stalin untuk menjadikannya seorang
kamerad sejati.
Baca Juga: Hari Ini, Gayo Lues Diguncang Gempa 23 Kali
Padahal background keluarga Muso adalah santri. Tapi entah
mengapa hatinya begitu dingin, begitu tega dan mengaminkan pembantaian darah
yang dilakukan Stalin. Bahkan dengan senang hati mencontohnya untuk kemudian
dipraktekkan di Indonesia.
Muso melihat langsung bagaimana Stalin memperlakukan
musuh-musuhnya. Bagaimana Stalin membantai kaum agama ataupun rakyat tak
berdosa lainnya, rakyatnya sendiri. Dan Muso menikmati itu semuanya.
Muso mengetahui bahwa Lenin telah membantai 500 ribu rakyat Rusia.
Sedangkan Stalin membantai 6 juta rakyatnya sendiri. Muso melihat langsung pola
kepemimpinan Stalin yang sangat diktator penuh aroma kematian. Darah manusia
yang dibantai sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Dan pola kepemimpinan
seperti itulah yang dibawa Muso ke Indonesia. Tak heran dia menumpahkan darah
ribuan nyawa di masa pemberontakannya yang hanya berlangsung 13 hari. Monumen
Kresek Madiun menyebutkan ada 1920 nyawa melayang dalam pemberontakan PKI tahun
1948.
Baca Juga: Tiga Kota Dengan Laju Kematian Tertinggi Pasien Covid-19
PKI selalu haus darah. Tak pernah memiliki peri kemanusiaan.
Lubang-lubang kuburan massal menjadi saksi abadi kekejaman mereka.
0 Comments