![]() |
Ilustrasi perokok usia muda menggunakan rokok elektrik. |
Tren merokok di tingkat remaja masih saja terjadi dan terus meningkat hingga saat ini. Dengan dalih mengganti rokok konvensional, remaja memilih menggunakan rokok elektrik. Berdasarkan data dari Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada tahun 2019, prevalensi pelajar usia 13-15 tahun yang mengonsumsi rokok elektrik mencapai 13,7 persen dalam bulan terakhir.
Dokter spesialis paru Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Erlina Burhan menyebut bahwa rokok elektronik tak lebih aman dari rokok konvensional.
Baik rokok elektronik maupun konvensional sama-sama berisiko membawa penyakit.
"Mitos yang mengatakan rokok elektronik lebih aman dan tidak berisiko. Itu juga tidak benar," kata Erlina dalam diskusi virtual, Jumat (4/9/2020).
Baca Juga: DPR SepakatBentuk Panja RUU Perlindungan Data Pribadi
Erlina mengatakan, rokok elektronik mengandung bahan kimia yang berbahaya bagi tubuh penggunanya.
Bahan kimia tersebut mengandung zat yang bersidat karsinogenik sehingga bisa memicu kanker.
Oleh karena itu, pengguna rokok elektronik maupun konvensional lebih mudah mengalami infeksi.
"Rokok elektrik itu sama berbahayanya dengan rokok konvensional. Jadi tidak ada yang membedakan ini karena itu membuat perokok lebih mudah mengalami infeksi," ujar Erlina.
Erlina menyebut, aktivitas merokok dapat menurunkan imunitas tubuh sehingga seorang perokok akan lebih rentan terkena Covid-19.
Merokok, kata Erlina, dapat melumpuhkan mucocilliary clearance (proses penjernihan) di saluran pernapasan.
Hal ini menyebabkan virus corona dengan mudah masuk ke dalam tubuh seorang perokok.
![]() |
Dokter spesialis paru Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Erlina Burhan |
Selain itu, merokok membuat seseorang seringkali menempelkan jari ke bibir. Padahal, aktivitas tersebut dapat membawa virus masuk ke dalam tubuh.
"Merokok ini melemahkan sistem imun sehingga tubuh sulit untuk melawan virus corona yang masuk," ujar Erlina.
Oleh karena itu, dengan adanya pandemi Covid-19, Erlina mengajak masyarakat untuk berhenti merokok.
Pandemi virus corona dinilai menjadi momentum tepat untuk masyarakat beralih ke gaya hidup sehat.
"Berhenti merokok segera. Masa pandemi ini adalah momen yang tepat untuk kita mengimbau orang untuk berhenti merokok," kata dia.
Sementara, berdasarkan data Riskesdas (2018),
prevalensi pengguna rokok elektronik tertinggi pada Provinsi DI Yogyakarta,
Kalimantan Timur dan DKI Jakarta. Peneliti Pusat Litbang SDPK-Badan Litbang
Kementerian Kesehatan RI, Tati Suryati menjelaskan rokok elektrik ini menjadi
tren di kalangan pelajar usia 13-15 tahun, karena mudah didapatkan dan dianggap
menarik.
Pelajar usia 13-15 tahun khususnya, kata Tati,
sangat rentan mengonsumsi rokok elektrik jika ditawarkan oleh teman dekatnya.
Bahkan mencapai presentasi 27,8 persen. Serta, tidak sedikit juga pendapat
pelajar yang mencampur konsumsi rokok elektrik ini dengan narkoba dan
sejenisnya, yaitu mencapai 15,9 persen.
"Anak laki-laki lebih tinggi (prevalensi
konsumsi rokok elektrik) dibandingkan wanita," kata Tati dalam diskusi
bertajuk Upaya Advokasi Kebijakan Berbasis Data Guna Melindungi Anak dan Remaja
Jadi Target Industri Rokok, Rabu (17/6/2020).
Dampak buruk rokok elektrik pada usia muda Ketua Tobacco
Control Support Center (TCSC), Dr Sumarjati Arjoso SKM mengingatkan rokok
elektrik sebenarnya bukanlah alternatif untuk Anda yang ingin berhenti dari
rokok konvensional. Sebab, dari berbagai penelitian telah terbukti bahwa rokok
elektronik itu bukan membuat penggunanya lebih baik, tetapi justru memiliki
ancaman bahaya yang lebih besar.
Ia menjelaskan, pada cairan rokok elektronik
atau vape tersebut sering dicampur dengan bahan kimia yang memicu keluhan
berupa asma, merusak paru dan jantung, serta penyebab kanker.
Baca Juga: UGM Temukan Mutasi VirusCorona Baru di Yogya dan Jateng
"Jika ( rokok elektrik) digunakan pada usia lebih muda dapat menghambat perkembangan otak," tutur dia. Namun, penggunaan rokok elektrik ini semakin menjadi tren yang berkelanjutan dan jelas memiliki dampak yang sangat buruk bagi penggunanya terutama anak muda.
"Hingga saat ini
belum ada regulasi yang jelas mengatur terkait rokok elektronik itu," ujar
dia. Hal ini, kata Sumar, akan sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan bonus
demografi yang diharapkan mampu mengubah arah bangsa, dengan memanfaatkan
masyarakat usia produktif yang jauh lebih banyak daripada usia konsumtif.
![]() |
Aneka ragam jenis rokok elektrik |
Tati menambahkan persoalan ini seharusnya menjadi penting untuk dipercepat regulasi dan program berhenti merokok pada anak remaja. Pasalnya, kata dia, dari data survei GYTS itu juga didapatkan sebanyak 82 persen partisipan pelajar yang di survei memiliki keinginan untuk berhenti merokok. Hanya saja, baru 23 persen yang benar-benar mendapatkan perhatian dan bimbingan dari profesional terkait program berhenti merokok pada anak remaja ini.
Baca Juga: Viral! PriaBerambut 5 Meter Selama 80 Tahun tak Pernah Keramas
![]() |
Rokok elektrik |
0 Comments